Senin, 18 Oktober 2010

Iwan Fals, sang pengelana jalanan



Bicara lagu Indonesia 80-an tidak akan afdol tanpa menyinggung penyanyi bernama lengkap Virgiawan Listanto ini. Sejak kemunculannya pertama kali ia dikenal dengan lagu-lagunya yang bernuansa humor satir seperti Oemar Bakri, Surat Buat Wakil Rakyat, atau Sugali. Ia juga menulis dengan bagus peristiwa dan tokoh seperti pada Ethiopia, 1910, Ibu, dan Bung Hatta. Sementara lagu-lagu cintanya pun terdengar berbeda dibandingkan dengan lagu-lagu cinta pada masa itu. Tengok saja lagu Buku Ini Aku Pinjam, Aku Sayang Kamu, atau Yang Terlupakan.

Lagu-lagu Iwan Fals akrab di telinga. Kita bisa temui di arena demo mahasiswa karena lirik kritisnya masih up to date untuk dikumandangkan di masa bahkan jauh setelah lagu-lagu itu populer untuk pertama kalinya. Lagu-lagunya juga sering kita jumpai di terminal-terminal atau kendaraan umum dibawakan oleh penyanyi jalanan alias pengamen. Barangkali karena karena pengalamannya menjadi orang jalananlah yang menjadikannya semacam patron bagi para pengamen. Iwan mengaku dibesarkan di jalanan. Ia ngamen sejak masih sekolah di bangku SMA Bandung, dari rumah ke rumah, dari restoran ke restoran, dari warung tenda ke warung tenda, dari pasar ke pasar. Berbekal gitar dan harmonika ia mengamen tak pilih-pilih tempat. Dilarang keras mengamen oleh kedua orang tuanya, Iwan jalan terus bahkan ketika ia sudah sukses menjadi penyanyi. Ia baru berhenti mengamen ketika anak keduanya ,Cikal Rambu Basae lahir tahun 1985.

Pada periode 80-an Iwan Fals terhitung produktif. Tiap tahun ia mengeluarkan album bahkan ada yang lebih dari satu album. Mulai dari Opini (1982), Wakil Rakyat (1982), Sumbang (1983), Barang Antik (1984), Sugali (1984), Sore Tugu Pancoran (1985), Tampomas, Nenekku Okem, Ethiopia (1986), Aku Sayang Kamu (1986), Lancar (1987), 1910 (1988) hit Buku Ini Aku Pinjam, Antara Aku dan Bekas Pacarmu (1989), Mata Dewa (1989). Selain itu ia juga berkolaborasi dengan penyanyi dan musisi lain seperti KPJ (Kelompok Penyanyi Jalanan), Swami, dan Kantata. Ia juga sempat membuat rekaman bersama Jockie Suryoprayoga dan Vina Panduwinata serta bersama Rafika Duri.


Lihat juga yang ini: 22 Januari (Sarjana Muda-1981)

Minggu, 03 Oktober 2010

Andi Meriem Mattalatta, mutiara cantik dari Ujung Pandang





Si cantik dari Ujungpandang. Tak salah lagi, Andi Meriem Mattalatta. Penyanyi satu ini selain cantik juga dikenal dengan sikap santunnya, dalam berbusana maupun bertutur kata dan kesederhanaannya. Tak heran kalau banyak yang merasa kehilangan begitu dikabarkan ia meninggal dunia pada 4 Juni 2010 lalu.

Nama lengkapnya Andi Sitti Meriem Nurul Kusumawardhani Mattalatta. Lahir pada 31 Agustus 1957 dari keluarga berada.
Ayahnya, Mayjen (purn) Andi Mattalatta adalah orang yang terpandang di Sulawesi Selatan. Ia memiliki andil besar dalam pembangunan Stadion Mattoanging Makassar dan pengembangan dunia olahraga di Sulawesi Selatan. Namanya diabadikan sebagai nama stadion Sulsel tersebut, yaitu Stadion Andi Mattalatta Mattoanging, Makassar. Penyanyi Indonesia 80-an melewati masa kecil dan sekolahnya di tanah kelahirannya, Makasar. Ia mulai menyanyi ketika masih duduk di kelas 5 Sekolah Dasar. Pada tahun 1970 berhasil mendapatkan posisi juara I lomba menyanyi pop se-Ujungpandang. Kemudian ia masuk sebagai 10 finalis dalam lomba nyanyi pop se-Indonesia di tahun 1973. Namun nama Andi Meriem mulai muncul ke permukaan dunia musik nasional setelah tampil dalam rekaman pertamanya Mutiara Dari Selatan ciptaan Iskandar. Nama ini disebut-sebut sebagai guru Andi Meriem dalam seni suara.

Setelah hijrah ke Jakarta dan masuk dapur rekaman, banyak musisi dan penyanyi tanah air yang ambil bagian seperti
Fariz RM pada lagu Hasrat dan Cinta, Dadang S Manaf untuk lagu Hasrat yang dinyanyikannya duet Bob Tutupoly, juga Oddie Agam yang menulis beberapa lagu untuknya seperti Lenggang Jakarta. Nama-nama lain seperti Guruh Sukarno Putra Ryan Kyoto, Junaedi Salat, Sam Bimbo, dll turut memberikan andil dalam penggarapan album-album Andi Meriem dan menyuguhkan lagu-lagu yang cukup akrap di telinga kita seperti Bimbang, Januari Yang Biru, Janji, Rela, dan Lembah Biru. Lagu-lagu melow namun tidak terkesan cengeng. Sayangnya suara yang lembut mendayu itu tidak akan kita dengar lagi muncul dengan lagu baru.