Minggu, 20 Februari 2011

Drakhma, band dengan musik kaya


Era 80-an banyak diwarnai oleh musik-musik kreatif dari grup-grup musik tanah air. Salah satunya adalah Drakhma. Nama ini diambil dari nama mata uang Yunani. Drakhma adalah grup musik Indonesia 80an yang beranggotakan Dani Mamesah (drumer), Dodo Zakaria (piano, keyboards), Gideon Tengker (gitar), Rudy Gagola (bass), Ricky Basuki (vokalis).

Drakhma ini menyertakan konsep musik dengan dukungan instrumen tiup atau brass section. Maka mereka membutuhkan pemusik pendukung yakni tiga orang seksi tiup, Wawan Tagalos (trombone, flute) yang juga dikenal sebagai personel New Rollies, Chalik (saksofon) dan Eddy (terompet). Mereka juga dibantu empat penyanyi latar: Uce Anwar, Eva Diana Sari, Christine Budiardjo, dan Daisy Maengkom.

Konsep musik Drakhma sebetulnya eklektik, ada pop, jazz, R&B hingga sedikit blues. Ini mungkin berkaitan dengan latar belakang para pemusiknya yang cukup beragam. Dodo Zakaria, yang pernah terlibat dalam berbagai grup rock dan jazz memiliki kontribusi tersendiri. Dodo Zakaria sempat membentuk Bina Musika Band bersama Erwin Gutawa (bas), Yoyok (saksofon), dan Cendy Luntungan (drum). Dodo pun sempat
bergabung bersama grup rock Ogle Eyes hingga God Bless. Rudy Gagola yang mencabik bass pun lebih banyak berkutat dalam sederet grup rock seperti The Steel, Brotherhood, bahkan sempat menggantikan kakak kandungnya, Donny Fattah Gagola, dalam God Bless. Di awal era 1980-an, Dodo Zakaria dan Rudy Gagolla berkarier sebagai pemusik studio, terutama mengiringi sederet artis-artis musik yang dikontrak Jackson Records & Tapes: mulai dari Iis Sugianto, Ebiet G. Ade, Kiki Maria, Vina Panduwinata, sampai Dian Pramana Poetra. Keduanya selain tampil sebagai player, pun bertugas sebagai penata musik serta pencipta lagu.

Beberapa lagu yang sempat disukai publik penggemar lagu Indonesia 80: Tiada Kusadari, Sekejap, dan Munginkah.

Rabu, 02 Februari 2011

Dede Harris, balada dan kritik sosial


Dede Harris adalah pemusik yang tidak asing bagi penggemar musik di Kota Bandung era 80-an. Ia sering tampil di kampus-kampus dan berbagai panggung yang diadakan para aktivis mahasiswa yang memprotes berbagai kebijakan penguasa orde baru.

Selain piawai menulis lagu bertema kritik sosial, Dede Harris juga pemain gitar yang baik. Maka masuk akal kalau ia disebut-sebut sebagai salah satu guru bermusiknya Iwan Fals. Kemahirannya bermain gitar juga teruji dari kemampuan tangan kidalnya memainkan gitar standar tanpa mengubah susunan senarnya. Penyanyi yang juga berprofesi sebagai pengacara ini sempat banyak menyuarakan lagu-lagunya pada masa reformasi 1998, sebelum meninggal dunia pada Februari tahun berikutnya.

Hingga kini lagu-lagunya masih banyak dibawakan kembali dalam berbagai even oleh para pemusik Bandung, antara lain Hijrah, Demi Mimpi Mimpi, Anak Merdeka, Tsiang Tse, dan Bicara Bagus.